Sabtu, 07 April 2012

BBM Solusindo

BBM Solusindo (1)
Saya berpendapat bahwa Subsidi terhadap barang itu kurang tepat sasaran - karena yang disantuni itu mestinya kan ralyat miskin dan anak terlantar
sebagai tindakan transisional - saya sepakat kalau diterapkan pembatasan subsidi yang melekat pada e-KTP (sidik jari)
sehingga semua orang punya jatah yang merata - selanjutnya terserah pada masing2 penerima subsidi - mau dipakai sendiri silahkan - mau dijual juga silahkan - sedang yang pemakainnya melebihi jatah - sipersilahkan membeli BBM non subsidi
dengan demikian kendaraan umum-pun bisa menggunakan jatah yang dipunyai oleh para penumpangnya - nelayanpun dapat memanfaatnkan jatah subsidinya masing2

BBM Solusindo (2)
Indonesia itu sebenarnya tak perlu risau dengan BBM
pertama - kita bisa segera beralih ke Bahan Bakar Gas
kedua - kita bisa beralih pelan2 ke Energi Listrik - betapa banyaknya peluang alternatif pembangkit tenaga listrik : dari angin, dari pasang surut, dari matahari, disamping tenaga air dan panas bumi
ketiga - belum terlambat rasanya bila mulai dikembangkan juga alternatif energi terbarukan yang berbasis bio : biogas, bioetanol dll

BBM Solusindo (3)
Kalau memang sebagian besar orang yang mengkonsumsi BBM itu adalah orang yang mempunyai kendaraan bermotor - bukankah itu berarti yang disubsidi adalah golongan ekonomi menengah ke atas? yaitu orang2 yang mempunyai mobil dan motor
sementara sopir angkot, sopir biskota, sopir pribadi, dan para nelayan, kemungkinan untuk ikut merasakan model subsidi yang seperti sekarang ini adalah sangat kecil
sedangkan rakyat kecil yang selama ini namanya selalu dicatut - yang namanya disebnut2 akan diperjuangkan sampai dengan harus demo dan rapat dewan yang alot - ternyata hanya sebagian kecil saja yang ikut menikmati subsidi BBM
-----------
dan perlu anda ketahui - bahwa bila model subsidi terhadap barang seperti sekarang ini berlanjut, yang paling diuntungkan adalah para pedagang di pasar gelap - pedagang spanyolan yang membeli BBM bersubsidi untuk dijual ke laur negeri ...........

BBM Solusindo (4)
bila sebagian besar orang Indonesia tak menyadari kalau yang disubsidi selama ini adalah golongan ekonomi menengah ke atas - silahkan terapkan sistem pencatatan data para penerima subsidi BBM
------
catat nama dan nomor kendaraan pribadi orang2 yang membeli BBM bersubsidi di setiap SPBU - kemudian tayangakan nama2 dan nomor kendaraan mereka pada text berjalan di setiap stasiun televisi di seluruh Indonesia - lengkap dengan jumlah subsidi yang mereka terima saat itu
kemudian secara periodik direkap dan diterbitkan di semua media cetak di seluruh Indonesia ....... biar orang2 kaya sadar kalau mereka ternyata mendapat subsidi BBM ..... dan biar orang miskinpun juga tahu kalau mereka selama ini ternyata tak ikut menikmati subsidi BBM

BBM Solusindo (5)
Jakarta (ANTARA News) - PT. LEN Industri (Persero) segera merealisasikan pembangunan industri sel surya di Karawang, Jawa Barat, kata Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE), Kardaya Warnika.
"Pabrik untuk membuat solar cell itu akan segera berproduksi, diperkirakan akhir tahun depan atau akhir 2013 sudah aktif," katanya di sela-sela seminar di gedung Lembaga Pertahanan Nasional Jakarta, Selasa.
Kardaya mengatakan selama ini Indonesia masih harus membeli sel surya dari China atau negara lainnya karena belum bisa memproduksi sendiri.
"BPPT sudah punya teknologinya, tinggal dikembangkan saja, pokoknya semua kemampuan nasional dikumpulkan lah, masa kita tidak bisa bikin sendiri," katanya.
Rencananya, kata dia, produksi sel surya dalam negeri tidak hanya dipasarkan ke pemilik/pengelola gedung bertingkat namun juga untuk pembangkit listrik dan perumahan yang tidak terjangkau jaringan listrik.(M048)

BBM Solusindo (6)
Wilson telah sukses menggandeng investor dari Amerika Serikat untuk menciptakan pabrik sel surya generasi kedua di Indonesia.
Menurut Wilson, harga sel surya generasi kedua mencapai 1 dollar AS per watt, sedangkan sel surya generasi pertama kini masih bertengger dengan harga 4-5 dollar AS per watt.
--------
Berdasarkan penghitungan suplai energinya, bisa mencapai harga Rp 400 per kilowattjam. Ini cukup kompetitif jika dibandingkan dengan harga listrik PLN yang sekarang masih sekitar Rp 650 per kilowattjam.
Sel surya generasi kedua sering disebut teknologi nanosilikon,” tutur Kepala Laboratorium Semikonduktor dan Listrik Tenaga Surya pada Departemen Fisika Institut Teknologi Bandung (ITB) tersebut, Rabu (4/6).
Sel surya generasi pertama menggunakan silikon setebal 200 mikron meter (µm), sedangkan sel surya generasi kedua dengan silikon 1 µm. Ukuran ini sama dengan 0,000001 (sepersejuta) meter.
”Gas silikon dapat diperoleh di banyak lokasi pertambangan batu bara di Indonesia. Jadi, bahannya sangat berlimpah,” kata Wilson yang meraih gelar doktor dari Tokyo Institute of Technology, Jepang, pada 1994. Tahun 1992 dia meraih gelar S-2 di tempat yang sama setelah tahun 1988 lulus dari ITB.
Menurut dia, kecilnya biaya produksi sel surya generasi kedua dengan menurunkan komponen silikon sudah tahan uji.
Semoga Paten dari hasil penelitiannya mampu merangsang kegiatan komersialisasinya.

BBM Solusindo (7)
Sel surya dari industri dalam negeri yang sedang dirancang justru sudah dipesan pembeli dari luar negeri.
-------
Pemesanan sebesar 10 megawatt (MW) datang dari Spanyol dan harus bisa dipenuhi Mei 2009. Sementara itu, pemesanan dari konsumen dalam negeri sama sekali belum ada, padahal kapasitas produksinya 90 MW per tahun.
Wilson ketika dihubungi Kompas dari Jakarta, Kamis (9/10), mengatakan, lokasi industri sel surya yang masih tahap persiapan itu berada di Cikarang, Jawa Barat, dengan nama perusahaan Nano-PV. Jenis sel surya yang akan diproduksi berupa sel surya generasi kedua, yaitu sel surya thin film (lapisan tipis) dari hasil temuan Wilson yang kini sudah dipatenkan.
"Teknologi yang saya temukan itu nanti akan digabungkan dengan teknologi dari Amerika Serikat," kata Wilson.
Harga komersial sel surya yang diharapkan, menurut Wilson, bisa mencapai 0,8-0,9 dollar AS per watt. "Harga demikian akan menjadikan sel surya Nano-PV menjadi yang termurah di dunia," kata Wilson.

Hibah Pengabdian IbPE

(yang tertarik silahkan kontak saya - mari kita realisasikan bersama)

Program Ipteks bagi Produk Ekspor (IbPE) merupakan jelmaan dari semula Vucer Multi Tahun (VMT) yang dirumuskan dan dilaksanakan sejak tahun 1997-1998. VMT dilaksanakan sebagai tanggung jawab PT atas resesi ekonomi yang dialami Indonesia pada saat itu. Demikian pula ketidaksiapan pengusaha mikro atau kecil untuk berkembang dan mengadopsi teknologi baru menjadi alasan lain direalisasikannya VMT. Transformasi VMT menjadi IbPE menjadi konsekuensi logis dihapuskannya program Vucer dari program pengabdian kepada masyarakat DP2M.

Program IbPE merupakan satu kegiatan pengabdian kepada masyarakat dalam bentuk penerapan dan pengembangan hasil riset perguruan tinggi, berlangsung selama 3 (tiga) tahun. Persoalan yang ditangani meliputi seluruh aspek bisnis UKM sejak bahan baku sampai ke pemasaran produk. Demikian juga persoalan produksi dan manajemen perusahaan, menjadi bidang garapan wajib IbPE. UKM mitra yang dipilih harus mampu meng­hasilkan produk atau komoditas yang berpeluang ekspor atau minimal dijual antar pulau. Dengan demikian pemilihan mitra UKM dan kualifikasi para peserta harus lebih selektif.

Pengusul program harus memahami bahwa 1) UKM mitra berdiri sejajar dengan PT; 2) UKM mitra bukan usaha yang baru tumbuh tetapi yang telah berjalan lancar; 3) Produk yang dihasilkan juga bukan produk yang sama sekali baru; dan 4) UKM mitra membutuhkan bantuan penerapan sains, teknologi dari PT.

Misi program IbPE adalah meletakkan UKM pada posisi sains, teknologi dan ekonomi yang lebih tinggi dan kokoh. Sedangkan tujuan program IbUM adalah untuk: 1) Memacu pertumbuhan ekspor produk Indonesia melalui pertumbuhan pasar yang kompetitif; 2) Meningkatkan pengembangan UKM dalam merebut peluang ekspor melalui peningkatan kualitas produk dan pemasaran; 3) Mempercepat alih teknologi dan manajemen PT ke masyarakat industri; 4) Mengembangkan proses link & match antara PT, industri, Pemda, dan masyarakat luas.

Luaran program yang diharapkan adalah: 1) meningkatnya nilai aset UKM, 2) terjalinnya kerjasama antara PT dan UKM, 3) bertambahnya jumlah dan mutu produk yang dipasarkan; 4) meningkatnya imbalan jasa bagi semua yang terlibat, 5) meningkatnya jumlah tenaga kerja UKM.

Pendanaan Program IbPE berasal dari minimal 2 (dua) sumber, yaitu: 1) DIPA DP2M dan 2) UKM. Komposisi kedua sumber dana adalah flat selama 3 (tiga) tahun, yaitu masing-masing Rp 100 juta,- DIPA DP2M dan Rp 25 juta,- dana UKM. Sumber dana lain misalnya dari Pemerintah Daerah, Lembaga Pemerintah lainnya atau Lembaga Swasta dimungkinkan untuk dijadikan penyerta. Tahap pencairan dana DIPA DP2M adalah sebagai berikut Tahap I 70% dan Tahap II 30% yang dibayarkan setelah Laporan Akhir/Tahunan diterima DP2M tepat waktu. Biaya dari DP2M sudah diperhitungkan termasuk kewajiban yang berkenaan dengan komponen pajak yang harus dibayarkan dan penyusunan artikel untuk publikasi/jurnal/majalah internasional setiap tahunnya.

Usulan IbPE harus telah diterima DP2M Ditjen Dikti paling lambat tanggal 31 Mei setiap tahunnya. Usulan ditulis lengkap sesuai format yang ditentukan DP2M. Usulan yang lolos seleksi tahap 1 akan diundang untuk presentasi dan akan dikunjungi ke lapangan (site visit) apabila dinilai sebagai usulan yang prospektif. Setelah kunjungan lapangan, usulan yang baik, disarankan untuk didanai.

Hibah Pengabdian IbIKK

(yang tertarik silahkan kontak saya - mari kita realisasikan bersama)

Program Ipteks bagi Bisnis Kampus (IbIKK) adalah manifestasi pengembangan Program Unit Usaha Jasa dan Industri (u-UJI). Pada saat dirumuskan dan selanjutnya direalisasikan tahun 2000-2001, u-UJI terbatas pada aspek bisnis semata. Di lain pihak, tuntutan masyarakat akan terbentuknya wirsausaha-wirsausaha baru dari kampus secara intens mendorong pihak DP2M untuk menyempurnakan program u-UJI. Dalam hal ini, dilakukan perluasan fungsi u-UJI. Jika pada saat awal pembentukannya, u-UJI difungsikan sebagai unit profit, maka sejak tahun 2009 dengan nama barunya IbIKK, unit ini diperluas dengan fungsi yang relevan, yaitu membantu menciptakan wirausaha-wirausaha baru dari masyarakat kampus dan menjadi infrastruktur penting program Ipteks bagi Kewirausahaan (IbK).

Dalam era knowledge based economy dan mendukung upaya pengembangan otonomi perguruan tinggi menjadi Badan Hukum Milik Negara ataupun Badan Hukum Pendidikan (BHP), kemandirian perguruan tinggi, termasuk kemandirian dan penatakelolaan sumber­daya keuangan, perlu ditingkatkan. Berkaitan dengan hal itu, upaya pengembang­an budaya knowledge based economy perguruan tinggi perlu diberi akses dalam wujud mendirikan unit profit yang memanfaatkan hasil pendidikan maupun riset dosen. Dengan menyelenggarakan IbIKK, perguruan tinggi berpeluang memper­oleh pendapatan dan membantu menciptakan wirausaha baru. Hasil riset perguruan tinggi yang merupakan inovasi baru dan mempunyai nilai ekonomis serta mendapat perlindungan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) seperti hak cipta, paten, merupakan aset yang sangat berharga bagi pertumbuhan dan perkembangan IbIKK.

Program IbIKK diharapkan mampu mendorong perguruan tinggi dalam membangun akses yang menghasilkan produk jasa dan/atau teknologi hasil ciptaannya sendiri. Wujud IbIKK di perguruan tinggi dapat berupa badan usaha atau bermitra dengan industri lainnya dan dapat didirikan serta dikelola kelompok dosen sesuai dengan kompetensinya di level laboratorium, pilot plant, bengkel, jurusan/ departemen, fakultas/sekolah, UPT, pusat riset dan pengembangan atau lembaga lain yang berada di dalam perguruan tinggi tersebut. Sekali didirikan, IbIKK diharapkan terus berkelanjutan sehingga inisiatif awal perlu disusul dengan ketekunan berusaha dan kejelian menangkap peluang pemenuhan kebutuhan masyarakat.

Misi program IbIKK adalah menciptakan science and technology park di lingkungan perguruan tinggi dalam kerangka mengembangluaskan budaya knowledge based economy.

Tujuan program IbIKK adalah: (a) mempercepat proses pengembangan budaya kewira­usahaan di perguruan tinggi, (b) membantu menciptakan akses bagi terciptanya wirausaha baru, (c) menunjang otonomi kampus perguruan tinggi melalui perolehan pendapatan mandiri atau bermitra, (d) memberikan kesempatan dan penga­lam­an kerja kepada mahasiswa, (e) mendorong berkembangnya budaya pemanfaatan hasil riset per­guruan tinggi bagi masyarakat dan (f) membina kerjasama dengan sektor swasta termasuk pihak industri dan sektor pemasaran.

Luaran program adalah (a) Unit profit di perguruan tinggi berbasis produk intelektual dosen, (b) produk jasa dan/atau barang komersial yang terjual dan menghasilkan pendapatan bagi per­guru­an tinggi, (c) Paten dan/atau (c) wirausaha-wirausaha baru berbasis ipteks. Luaran ini diharapkan dapat memberi dampak berkembang dan meluasnya budaya kewirausahaan dan pemanfaatan hasil riset maupun pendidikan di perguruan tinggi dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat. Di samping itu juga memberikan peluang (d) up-dating sains dan teknologi di perguruan tinggi.

Hasil program IbIKK wajib di diseminasikan dalam bentuk artikel ilmiah dan dipublikasikan melalui Jurnal/Majalah Internasional.

Pendanaan Program IbIKK bersumber dari DIPA DP2M Ditjen Dikti sebesar maksimum Rp. 100 (seratus) juta rupiah dan PT minimum sebesar Rp 25 (duapuluh lima) juta rupiah, flat selama 3 (tiga) tahun. Pencairan dana DIPA DP2M dilakukan melalui dua tahap; Tahap I 70% dan II 30%. Tahap II baru dicairkan jika Laporan Tahunan atau Laporan Akhir sudah diterima DP2M tepat waktu seperti tersebut dalam Kontrak Kerjasama.

Usulan IbIKK harus telah diterima DP2M Ditjen Dikti paling lambat tanggal 31 Mei setiap tahunnya. Usulan ditulis lengkap sesuai format yang ditentukan DP2M. Usulan yang lolos seleksi tahap 1 akan diundang untuk presentasi dan akan dikunjungi ke lapangan (site visit) apabila dinilai sebagai usulan yang prospektif. Setelah kunjungan lapangan, usulan yang baik, disarankan untuk didanai.

Hibah Pengabdian IbK

(yang tertarik silahkan kontak saya - mari kita realisasikan bersama)

Ipteks bagi Kewirausahaan (IbK) merupakan program baru di DP2M Dikti yang dirumuskan pada tahun 2009. Pada prinsipnya program IbK mensubstitusi program sejenis sebelumnya, yaitu Pengembangan Budaya Kewirausahaan di Perguruan Tinggi (PBKPT), yang dirumuskan dan direalisasikan sejak tahun 1997. Program PBKPT yang dilaksanakan secara parsial tanpa adanya sinergi di antara setiap program (KWU, KKU, MKU, KBPK dan INWUB), menyebabkan tidak dapat mencapai misinya membentuk wirausaha baru dari kampus. Di samping itu, PT umumnya telah memiliki mata kuliah wajib atau pilihan Kewirausahaan dan Unit Penempatan Tenaga Kerja. Oleh karena itu, DP2M memandang perlu untuk merumuskan suatu program dengan misi yang sama, yaitu menghasilkan wirausaha-wirausaha baru dari kampus, namun melalui program terintegrasi dengan kreasi metode diserahkan sepenuhnya kepada penyelenggara IbK. IbK dikelola sejumlah staf dari berbagai disiplin ilmu dan melaksanakan sejumlah kegiatan kreatif untuk menghasilkan wira usaha baru yang mandiri. Dalam kegiatannya, IbK juga dapat berkolaborasi melakukan kerjasama dengan lembaga-lembaga yang terkait dengan pengembangan kewirausahaan.

Misi program IbK adalah memandu PT menyelenggarakan unit layanan kewirausahaan yang profesional, mandiri dan berkelanjutan, berwawasan knowledge based economy. Sedangkan tujuannya adalah (1) menciptakan wirausaha baru yang mandiri, (2) meningkatkan keterampilan manajemen usaha bagi masyarakat industri, (3) menciptakan metode pelatihan kewirausahaan yang cocok bagi mahasiswa PKMK/mahasiswa wirausaha. Mengingat bahwa IbK suatu saat harus mandiri dan operasionalnya berkelanjutan, maka IbK diberi akses seperti halnya unit profit.

Dalam upaya menciptakan wirausaha baru mandiri, program IbK dapat dilaksanakan dalam bentuk pelatihan kewirausahaan, menempatkan mahasiswa untuk melaksanakan magang pada perusahaan yang mapan dan memfasilitasi mahasiswa berwirausaha. Pelatihan dilaksanakan untuk memberikan pengetahuan kewirausahaan, mendorong tumbuhnya motivasi berwirausaha, meningkatkan pemahaman manajemen (organisasi, produksi, keuangan dan pemasaran) dan membuat rencana bisnis atau studi kelayakan usaha. Kegiatan magang pada perusahaan dilaksanakan untuk memberikan pengalaman praktis kewirausahaan kepada mahasiswa dengan cara ikut bekerja sehari-hari pada perusahaan tersebut. Mahasiswa yang telah mulai berwirausaha dan mahasiswa PKMK, bisa menyempurnakan kegiatan kewirausahaan yang telah dilakukan sebelumnya, untuk meningkatkan usahanya. Unit layanan program IbK setiap tahun wajib membina 20 calon wirausaha yang seluruhnya adalah mahasiswa PKMK/mahasiswa yang merintis usaha baru. IbK diharapkan juga bersinergi dengan bidang kemahasiswaan perguruan tinggi untuk merekrut mahasiswa yang mendapatkan Program Kreatifitas Mahasiswa Kewirausahaan dan peserta kegiatan kewirausahaan yang didanai Direktorat Kelembagaan Dikti sebagai tenant. Luaran kegiatan IbK adalah (1) wirausaha baru mandiri per tahun yang siap berkompetisi di masyarakat. (2) 80 % dari calon wirausaha tahun pertama menjadi wirausaha baru. Hasil program IbK wajib diseminasikan dalam bentuk artikel dan dipublikasikan melalui jurnal/majalah internasional.

Kegiatan IbK dapat dilaksanakan maksimum 3 (tiga) tahun berurutan. Setiap tahunnya IbK wajib mengelola sebanyak 20 tenant. Jika misalnya ada 5 (lima) orang tenant telah menjadi wirausaha pada tahun pertama, maka tahun kedua IbK wajib merekrut jumlah tenant yang sama, yaitu 5 (lima) orang. Demikian seterusnya sehingga 80% peserta awal menjadi wirausaha. Rencana kegiatan tahun pertama harus rinci, sedangkan tahun kedua dan ketiga boleh secara garis besarnya saja. Setiap tahun rencana harus dirinci dan dituangkan dalam laporan tahunan kegiatan, untuk dinilai kelayakan kelanjutannya. Dana yang disediakan Dikti adalah maksimum Rp 100.000.000,-, dan PT yang bersangkutan minimal Rp 20 juta (duapuluh juta rupiah), flat selama tiga tahun. Dana PT digunakan untuk membiayai kegiatan manajemen IbK. Dalam kegiatannya juga terbuka peluang bagi lembaga mitra lain untuk bekerjasama dan/atau membiayai kegiatan yang dilaksanakan. Dana kemitraan lain dapat berupa bantuan lembaga perbankan, non-bank, hibah dalam atau luar negeri. Pencairan dana dilakukan dalam 2 tahap; tahap I 70 % dan tahap II 30 %. Tahap kedua baru dapat dicairkan jika laporan akhir/laporan tahunan sudah diterima DP2M Ditjen Dikti tepat pada waktu seperti tersebut dalam Kontrak Kerja sama.

Usulan IbK harus telah diterima DP2M Ditjen Dikti paling lambat tanggal 31 Mei setiap tahunnya. Usulan ditulis lengkap sesuai format yang ditentukan DP2M. Usulan yang lolos seleksi tahap 1 akan diundang untuk presentasi dan akan dikunjungi ke lapangan (site visit) apabila dinilai sebagai usulan yang prospektif. Setelah kunjungan lapangan, usulan yang baik, disarankan untuk didanai.

Hibah Pengabdian IbW

(yang tertarik silahkan kontak saya - mari kita realisasikan bersama)

Program Ipteks bagi Wilayah (IbW) merupakan jelmaan perluasan Program Sinergi Pemberdayaan Potensi Masyarakat (SIBERMAS). SIBERMAS disusun, dirumus­kan dan disosialisasikan pada tahun 2000-2001, diterapkan sebagai jawaban PT atas diterbitkannya kebijakan pemerintah tentang Otonomi Daerah. Realisasi program ke masyarakat yang tidak bersinergi pada saat itu, men­dorong Ditjen Dikti untuk turut berperan aktif mensinergikan semua pihak terkait di dalamnya. Salah satu luaran utama SIBERMAS sampai tahun 2008 adalah tersusunnya Renstra Pemkab atau Pemkot mitra. Pada saat renstra tidak lagi menjadi kendala dalam penyusunannya, dan persoalan Pemkab/Pemkot tidak hanya terbatas pada social needs akan tetapi juga fisik kewilayahan, maka SIBERMAS dipandang perlu diperluas. Perluasan persoalan yang dapat ditangani mendorong pembentukan program IbW.

Program IbW juga dilatarbelakangi berbagai permasalahan yang eksis di masya­rakat, antara lain: (1) ketidakmapanan sebagian besar masyarakat ter­hadap pembangunan kehi­dupan pribadi, keluarga dan masya­rakat dalam era global­isasi; (2) Ipteks perguruan tinggi belum secara sengaja ditujukan bagi ke­sejahteraan masyarakat; (3) potensi masyarakat maupun sumber daya alam lingkungan­nya belum termanfaatkan dengan baik dan arif, serta 4) penata­kelola­an fisik kewilayahan yang belum proporsional dan profesio­nal.
Misi program IbW adalah untuk meningkatkan kemandirian, kenyamanan ke­hidup­an, sekaligus kesejahteraan masyarakat melalui keterlibatan aktif publik (inisiatif dan partisipatif), Pemkot/Pemkab (berbasis Rencana Pembangunan Jangka Menengah, RPJM) dan perguruan tinggi (kepakaran).
Tujuan program IbW adalah:
1) menciptakan kemandirian, kenyamanan dan kesejahteraan masyarakat me­lalui sinergi kepakaran masyarakat perguruan tinggi (PT), kemampu­an dan kebijakan Pemkot/Pemkab seperti tertuang dalam RPJM dan poten­si masyarakat.
2) Menemukan solusi atas persoalan yang dihadapi Pemkab/Pemkot dan/ atau masyarakat serta secara langsung atau tidak langsung berpotensi mempengaruhi kenyamanan kehidupan masyarakat.
Sinergisme dalam IbW diwujudkan baik dalam pengintegrasian program maupun pendanaan.
Luaran program dapat berupa: 1) Jasa, 2) Metode, 3) Produk/Barang atau 4) Paten yang memberi dampak pada: (1) up-dating ipteks di masyarakat, (2) pertumbuhan ekonomi wilayah, (3) peningkatan atensi PT terhadap kawasan, (4) peningkatan mutu perencanaan dan pelaksanaan pembangunan daerah, (5) peningkatan kegiatan pengembangan ilmu, teknologi dan seni di perguruan tinggi.
Hasil program IbW wajib di diseminasikan dalam bentuk artikel dan dipublikasikan melalui Jurnal/Majalah Internasional.

Pelaksanaan program IbW didukung pendanaan yang bersumber dari 2 (dua) pihak, yaitu: APBD Pemkot/Pemkab dan DIPA DP2M Ditjen DIKTI. Meng­ingat bahwa program IbW pada hakekatnya diposisikan sebagai pen­dukung realisasi RPJM secara maksimal, maka dana APBD disarankan lebih besar dibandingkan dana DIPA DP2M.

Program IbW terdiri dari berbagai kegiatan selama 3 (tiga) tahun yang pe­laksanaannya tidak perlu berturut-turut. atau dimulai pada tahun yang sama. Setiap kegiatan ditetapkan besaran biaya yang diperlukan dan di­distribusikan sesuai tahun pelaksanaannya. Alokasi dana DIPA DP2M setiap tahunnya ditetapkan maksi­mum sebesar Rp. 100 (seratus) juta rupiah, dan dana Pemerintah Daerah minimum Rp. 100 (seratus) juta rupiah. Pencairan dana DIPA DP2M dhlakukan melalui dua tahap; Tahap I 70% dan II 30%. Tahap II bart dicairkan jika Laporan Tahunan atau Laporan Akhir sudah diterima DP2M tepat waktu seperti tersebut dalam Kontrak Kerjasama.

Peluang juga terbuka bagi lembaga mitra lain untuk bekerjasama dan/atau membiayai kegiatan yang dilaksanakan. Dana kemitraan lain dapat berupa bantuan lembaga perbankan, non-bank, hibah dalam atau luar negeri.

Usulan IbW harus telah diterima DP2M Ditjen Dikti paling lambat tanggal 31 Mei setiap tahunnya. Usulan ditulis lengkap sesuai format yang ditentukan DP2M. Usulan yang lolos seleksi tahap 1 akan diundang untuk presentasi dan akan dikunjungi ke lapangan (site visit) apabila dinilai sebagai usulan yang prospektif.

Hibah Pengabdian IbM

(yang tertarik silahkan kontak saya - mari kita realisasikan bersama)

Ipteks bagi Masyarakat (IbM) merupakan salah satu program peng­abdian kepada masyarakat (ppm) yang dirumuskan dan dikembangkan DP2M Ditjen Dikti pada tahun 2009. Program IbM dibentuk melalui integrasi dua program ppm sebelumnya, yaitu penerapan Ipteks dan Vucer, yang masing-masingnya telah dilaksanakan sebelum tahun 1992 dan sejak 1994.

Sebagaimana telah diketahui bahwa program penerapan Ipteks difokuskan pada penerapan hasil-hasil Ipteks perguruan tinggi untuk meningkatkan keterampilan dan pemahaman ipteks masyarakat. Program ini dilaksanakan dalam bentuk pendidikan, pelatihan, dan pelayanan masyarakat, serta kaji tindak dari ipteks yang dihasilkan perguruan tinggi. Khalayak sasarannya adalah masyarakat luas, baik perorangan, kelompok, komunitas maupun lembaga, di perkotaan atau perdesaan. Sedangkan program Vucer fokus pada solusi persoalan teknologi atau manajemen, termasuk pembukuan dan pemasaran untuk khalayak sasaran industri kecil dan koperasi.

Berbeda dengan program Vucer, produk pelaksanaan program penerapan Ipteks pada awalnya tidak menghasilkan luaran yang terukur. Namun sejak sekitar 5 (lima) tahun silam, penerapan Ipteks dituntut agar mampu menghasilkan produk yang terukur pula. Dengan demikian, kegiatan program penerapan Ipteks dalam perkembangannya semakin sulit dibedakan secara jelas dengan program Vucer, kecuali dari sisi mitranya. Keterukuran diutamakan guna membuka peluang DP2M menentukan indikator kinerja kedua program. Di sisi lain, DP2M mencoba menerapkan paradigma baru dalam kegiatan ppm yang bersifat problem solving, komprehensif, bermakna, tuntas, dan berkelanjutan (sustainable) dengan sasaran yang tidak individual. Hal-hal inilah yang menjadi alasan dikembangkannya program Ipteks bagi Masyarakat (IbM).

Dalam program Ipteks bagi Masyarakat (IbM), khalayak sasarannya adalah sekelompok masyarakat atau sejumlah pengusaha mikro. Kegiatan IbM merupakan solusi terhadap permasalahan yang dihadapi mitra melalui pendekatan secara terpadu, melibatkan berbagai disiplin ilmu, baik serumpun maupun tidak. Program IbM menghasilkan luaran yang terukur, bermakna, dan berkelanjutan bagi kelompok masyarakat atau kelompok pengusaha mikro. Kegiatan IbM dapat dilakukan di perkotaan atau perdesaan dari berbagai bidang ilmu, teknologi, seni suatu perguruan tinggi, sesuai kebutuhan mitra sasarannya.

Misi program IbM adalah membentuk masyarakat produktif yang tenteram dan sentosa.

Tujuan program IbM adalah:
1) membentuk/mengembangkan sekelompok masyarakat yang mandiri secara ekonomis,
2) membantu menciptakan ketentraman, kenyamanan dalam kehidupan bermasyarakat,
3) meningkatkan keterampilan berpikir, membaca dan menulis atau keterampilan lain yang dibutuhkan,

Luaran program IbM dapat berupa: 1) Jasa, 2) Metode, 3) Produk/Barang dan 4) Paten yang memberi dampak pada: (a) up-dating ipteks di masyarakat, (b) peningkatan produktivitas mitra (c) peningkatan atensi akademisi terhadap kelompok masyarakat/industri kecil, (d) peningkatan kegiatan pengembangan ilmu, teknologi dan seni di perguruan tinggi.

Hasil program IbM wajib di diseminasikan dalam bentuk artikel ilmiah dan dipublikasikan melalui Jurnal Nasional.

Program IbM berlangsung selama 1 (satu) tahun dan dibiayai sepenuhnya melalui DIPA DP2M Ditjen Dikti atau bersama Instansi lain. Dukung`n dana DIPA DP2M Ditjen Dikti maksimum sebesar Rp 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) dengan jangka waktu pelaksanaan minimal 8 bulan. Pencairan dana dilakukan melalui dua tahap; tahap I 70% dan II 30%. Tahap II tidak akan dicairkan jika Laporan Akhir belum diterima DP2M.

Usulan program IbM harus telah diterima DP2M Ditjen Dikti paling lambat tanggal 31 Mei setiap tahunnya. Usulan ditulis lengkap sesuai format yang ditentukan DP2M.